Aku dan Impianku (PART 1)

Setiap manusia pasti pernah bermimpi. Mimpi buruk, indah, semua pernah kita rasakan. Gue sendiri membedakan mimpi dan impian. Menurut gue, itu adalah dua hal yang berbeda. Mimpi berkaitan dengan bunga tidur, sedangkan impian condong kepada cita-cita manusia.

Sejak kecil gue sering berimajinasi dan berkhayal. Imajinasi gue bahkan mengalahkan cerita film box office sekalipun. Gue dan teman-teman seringkali shooting stripping bak sinetron yang aktor dan aktrisnya adalah action figure yang kami punya. Keren kan ? action figure yang gue punya adalah Camen Rider, Power Rangers, dan Naruto. Sempat punya keinginan beli Buzz Lightyear tapi gak pernah kesampaian, karena harganya yang terlalu mahal. Jangan tanya kenapa gue gak main Barbie. Gue punya Barbie. Tapi teman-teman gue semuanya laki-laki. So? Ya you know lah..

Kebiasaan shooting stripping bersama teman-teman gue terhenti ketika gue mulai memasuki sekolah menengah pertama. Jadwal sekolah gue yang padat membuat gue jadi jarang main sama teman-teman di rumah. Sempat bingung karena belum menemukan teman yang cocok untuk diajak berimajinasi lagi. Apalagi semua teman-teman baru gue perempuan. Mana bisa mereka diajak main robot-robotan ? Dampaknya ?Action figure gue pun mulai usang.


Yasudah mungkin udah saatnya gue tumbuh dewasa, pikir gue saat itu.


Ada seorang guru. Bukan. Lebih tepatnya beberapa guru yang pandai memengaruhi pikiran muridnya. Termasuk gue. Mereka pintar sekali memainkan pikiran kami. Sebenarnya kalimat-kalimat mereka sederhana. Tapi bisa membuat kami berpikir, dan berpikir ulang tentang apa itu kehidupan, apa itu kebahagiaan, dan apa itu impian. Itulah kali pertama gue mulai memikirkan masa depan. Bukan lagi berkhayal bak shooting film romance picisan. Aku sungguh berterima kasih kepada kalian. Pak Khodamat, Bu Suhartati, dan Pak Surohman.


“Apa tujuan manusia hidup ?”
“Apa tujuan gue hidup ?”


Tentu saja untuk jadi orang sukses, membanggakan orangtua dan negara. Memang apa lagi ?

Gak salah sih memang. Cuma ya kurang spresifik aja. Guru gue bilang tujuan kayak gitu terlalu klise. Lalu guru gue pun bertanya,


“Gimana caranya wujudin itu semua ?”


Kami pun terdiam. Benar juga. Punya impian tapi gak punya rencana ya sama aja cuma sebatas angan-angan.


“Kalian butuh rencana.” Kata guru gue.


Rencana ? Memang kami ini siapa ? Kami cuma anak umur 14 tahun yang baru mengenal cinta monyet. Mana mungkin bisa buat rencana masa depan ?

Perbincangan singkat kami berakhir ketika bel berbunyi. Gue pun pulang ke rumah dengan segudang pikiran tentang apa yang dibilang sama guru gue.


“Akan jadi apa gue setelah dewasa ?”
“Apakah gue akan sukses ?”
“Apakah gue akan bahagia ?”

Bukan perihal yang mudah bagi anak umur 14 tahun memikirkan jawaban. Gue pun mengalami kesulitan. Bagian tersulit adalah menemukan hal yang kita suka dan menjadikannya sebagai tujuan kita di masa depan. Perlu waktu berbulan-bulan. Sampai ketika seorang ibu paruh baya membeberkan tentang asyik dan hebatnya bekerja di Kementerian Keuangan. Itu pertama kalinya gue jatuh cinta terhadap objek yang bukan benda hidup sungguhan.


Ini foto September 2009.
Mereka ini teman-teman diskusi gue tentang masa depan.
Alias teman gosip dan hang out 😂 Oh jelas, gue yang paling cantik di situ.

Oke. Kementerian Keuangan. Aku jadikan kamu sebagai impian. Sejak saat itu, gue putuskan untuk merancang masa depan gue untuk 10 tahun ke depan.


Bersambung ke PART 2 yaa....


PS:
Tulisan ini gue dedikasikan untuk impian gue, sahabat-sahabat SMP, serta guru-guru SMP gue. Dan kebetulan ini adalah tahun ke sepuluh. Tahun 2019 adalah tahun di mana seharusnya gue meraih impian gue. Entah kenapa gue perlu buat semacam laporan pertanggungjawaban atas ucapan gue 10 tahun lalu 👻💃Apakah berhasil gue raih ? Kita lihat nanti di part selanjutnya... Stay Tuned !!!

Baca PART 2: di sini yaa

Komentar

Pos Terpopuler