Penggalan-penggalan adegan cerbung saya yang terbaru part 2

                    Penggalan adegan-adegan ini sedikit mengisahkan masa lalu Neville dengan Caitlin. Oh iya setiap jarak dari paragraf satu dengan yang lainnya jauh itu berarti beda situasi. Tidak nyambung dengan bagian atasnya

“Bagaimana kalau kita duduk di sana hm ?” kataku sambil menunjuk sebuan ayunan yang bertengger pada sebuah tiang berwarna emas yang kokoh. Hanya ada satu bangku di sana. Satu bangku yang cukup untuk dua orang. Dia hanya memperlihatkan senyum manisnya padaku. Entah mengapa aku begitu nyaman melihatnya. Aku melangkahkan kakiku ke arah ayunan itu dan menghempaskan bokongku di sudut kiri ayunan tersebut, hingga masih menyisakan ruang kosong di sudut ayunan sebelah kanan. Aku melihat Caitlin begitu ragu untuk duduk karena memang ruang kosong itu hanya pas untuk satu orang lagi.
            “Tak apa.. Duduklah” kataku sembari tersenyum padanya. Dia membalas senyumanku dan melangkah mendekati ayunan dan menghempaskan bokongnya tepat di sampingku. Hingga hampir tak ada jarak di antara kami. Kami diam beberapa saat. Hanya hembusan angin, suara kicauan burung dan cucuran air saja yang terdengar. Kenapa suasananya jadi seperti ini ? aku bergumam pada diriku sendiri. Begitu—hening. Dan tanpa ku sadari tiba-tiba gadis itu memulai pembicaraan. 




Tak ku sangka gadis secantik ini, sepolos ini, semanis ini mempunyai masa lalu yang begitu buruk. Dia tak punya orang tua ataupun saudara.
            “Caitlin.” Aku menggumamkan nama gadis itu dengan kelembutan.
            “Kadang lebih baik jika kau meluapkan perasaanmu. Terkadang akan jadi lebih baik jika kau menangis ketimbang kau berusaha menunjukkan bahwa kau kuat disaat kau justru telah lelah dan rapuh menanggung semuanya. Menangislah di sini, di bahuku..”. Aku tau, aku tau dia ingin menangis. Aku tau di merasa sakit. Aku tau di terluka. Aku bisa melihat luka yang telah lama menganga di hatinya. Aku berusaha menghilangkan kecanggungan diantara kami dengan menyandarkan kepalanya di bahuku. Dia diam saja saat aku menyandarkan kepalanya di bahuku.            
Hening.
“Kau sudah merasa lebih baik ?” kataku lembut. Dia mengangguk dan mengelap air matanya dari pipinya lantas mengangkat kepalanya dari bahuku.
            “Terima Kasih” katanya sambil menatap ke arahku.
            “Tak masalah..” aku menjawabnya dan tanpa sadar aku mendekatkan wajahku ke wajahnya. Dia masih terus menatapku. Aku makin mendekatkan wajahku dan—
            “Kapanpun kau membutuhkan aku, aku akan selalu ada untukmu” kataku seraya mendaratkan bibirku di bibirnya. Aku tak tau, aku hanya bingung kenapa aku bisa begitu berani melakukan ini. Aku hanya—bingung. Bibirnya begitu basah dan lembab. Mungkin akibat terkena air mata yang menetes. Aku memegang wajahnya dengan kedua tanganku, butuh waktu beberapa detik baginya untuk membalas ciumanku. Aku melumat bibir atasnya sehingga aku bisa merasakan deretan gigi serinya yang menjulang di atas bibir bawahku. Aku menciumnya cukup lama. Hingga tanpa sadar aku merasakan ada cairan jernih yang menetes dari matanya. Dia menangis. Aku langsung melepaskan bibirku dari bibirnya perlahan dengan kedua tanganku yang masih memegang wajahnya hingga aku bisa menatap lensa mata coklat keabuannya dengan jelas.




Mataharipun mulai terbenam. Menandakan bahwa hari ini akan segera berakhir dan hari esok akan muncul. Aku sama sekali belum melihat gadis yang kucari sepanjang hari ini. Hah… Tak seharusnya kau seperti ini ! Hati kecilku berbicara. Tak seharusnya kau merasa bersalah. Persetan dengan perasaannya yang terluka. Itu bukan salahmu bodoh ! Itu salahnya kenapa dia begitu mudah menerima ciumanmu begitu saja !  “Yaa kupikir ada benarnya juga, buat apa aku merasa bersalah ? Dianya saja yang begitu polos hingga menganggap ciumanku itu sebagai pernyataan cinta ! Neville.. kau harus melupakan dia oke ?”
Satu hari..
Dua hari..
Tiga hari..
Sial. Sialan ! ke mana dia ? kenapa aku masih saja memikirkannya ? Hatiku begitu tidak tenang tidak melihatnya tiga hari ini. Aku sedikit kesepian, aku—merindukannya. Jeez, ini tidak boleh. Tidak boleh. Suara hatiku kembali berbisik. Pasti ini hanya perasaan simpatik saja. Tak mungkin ada yang lain. Hanya simpatik. Itu saja.  

Komentar

Pos Terpopuler