AKU DALAM KONTEKS BUDAYA
![]() |
Kalau dilihat dari latar belakang kedua orangtua gue, menurut ibu gue, gue itu orang Jawa. Tapi itu belum menjawab kebimbangan gue terhadap identitas suku yang gue anut. Bapak gue adalah keturunan Jawa-Sunda yang lahir dan dibesarkan di Jakarta. Lahir dan besar di Jakarta. Perlu ditekankan di sini bahwa, gimana bapak gue bisa dikatakan sebagai orang Jawa kalau ia sendiri pun lahir dan besar di Jakarta ? bahkan ketika gue menanyakan bapak gue apakah dia ngerti bahasa Jawa ataupun Sunda, jawabnya adalah tidak. Patut dimaklumi karena memang bapak gue lahir dan besar di Jakarta serta tidak pernah mengenal dan merasakan berbahasa Jawa ataupun Sunda dalam keluarganya.
Begitupun dengan gue yang lahir dan dibesarkan di Bekasi. Budaya dan bahasa yang gue anut selama ini adalah percampuran antara Betawi dan Sunda. Kebimbangan-kebimbangan seperti inilah yang gue rasakan hingga sekarang. Bahkan ketika teman-teman gue tanya suku apa yang gue anut, gue bingung jawabnya. Gue selalu menjawab bahwa gue adalah orang Jawa. Tapi ketika teman-teman gue ngajak gue ngomong bahasa Jawa, mereka pun kaget karena gue gak bisa bahasa Jawa. Tanggapan-tanggapan seperti itu juga sering gue dapatkan ketika gue berinteraksi dengan orang Jawa tulen. Bahkan ketika gue pergi mengunjungi keluarga gue yang berada di Brebes, Jawa Tengah, mereka seperti menstereotipkan bahwa gue adalah orang kota yang sama sekali asing dan tidak tahu menahu tentang Jawa.
Barangkali stereotip mereka terhadap gue ada benarnya karena memang gue lebih mengetahui kebudayaan-kebudayaan kekinian daripada budaya Jawa itu sendiri. Stereotip mereka terhadap gue gak lepas dari peran serta globalisasi yang berkembang dalam masyarakat kota. Hal ini menyebabkan perubahan terhadap berbagai gaya hidup gue. Gaya hidup tradisional berubah menjadi gaya hidup modern. Apapun yang berbau tradisional dianggap sebagai sesuatu yang ‘tertinggal’ oleh masyarakat modern. Semakin banyak dan mudahnya kebudayaan – kebudayaan asing masuk ke dalam sebuah bangsa di era globalisasi seperti saat ini, semakin memudahkan masyarakatnya tersebut kehilangan identitas dirinya. Inilah yang menyebabkan munculnya stereotipe-stereotipe masyarakat desa terhadap masyarakat kota.
Ini adalah efek yang ditimbulkan dari sebuah pemahaman yang dikenal dengan efek globalisasi di mana seseorang telah kehilangan jati dirinya dan tidak mempunyai pandangan atau rancangan untuk hidupnya sendiri. Ketika gue mencoba merenungkan sejenak, apakah baju yang gue pakai adalah suatu ciri khas bangsa gue ? apakah gaya hidup yang gue anut adalah sebuah produk orosinil Indonesia ? Engga, baju yang yang gue kenakan sekarang bukan sebuah identitas Indonesia, gaya hidup yang gue lakoni juga bukan “style Indonesia”, yang gue kenakan sekarang adalah hasil akulturasi dan asimilasi dari kebudayaan-kebudayaan luar.
Gue mulai setuju dengan anggapan teman-teman gue mengenai gue orang kota yang tidak tahu menahu tentang Jawa tapi mengaku sebagai orang Jawa. Gak mengherankan lagi jika mereka berpendapat seperti itu. Dengan lebih seringnya intensitas gue berinteraksi dengan masyarakat kota yang notabene merupakan masyarakat yang lebih modern, itu membuat gue pun ikut terbawa dalam arus tersebut. Jangankan budaya Jawa, budaya Indonesia pun, dalam diri gue masih berada pada taraf gamang. Bahkan gue pun masih bimbang, seperti apakah budaya Indonesia itu ?
Ini adalah re-posting dari tumblr gue sendiri
Kunjungi juga tumblr gue
http://triasriw.tumblr.com



Komentar
Posting Komentar